Mimpi
Umar bin Khattab Ra
|
Beliau
adalah Pemimpin Kaum Muslimin setelah Sayyidina Abu Bakar AsShiddiq ra wafat.
Gelarnya adalah Al Faruq yang artinya pembeda antara yang haq dan yang bathil.
Beliau wafat pada tahun 23 H.
Diriwayatkan
dari Umar bin Hamzah bin Abdullah, dari pamannya, Salim dari bapaknya, Umar
berkata, “Aku melihat Rasulullah SAW di dalam mimpi, dimana aku melihat beliau
sedangkan beliau tidak memandangku. Maka aku berkata, “Ya Rasulullah, kenapa
aku?” Beliau bersabda, “Bukankah kamu yang mencium istrimu pada saat kamu
berpuasa?!” Maka aku berkata, “Demi Yang Mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak
akan mencium istriku lagi setelah ini saat aku berpuasa.”
(Al
Mahalli, Ibnu Hazm).
Mimpi
Utsman bin Affan Ra
|
Beliau
adalah Khalifah Rasyidin, Pemimpin Kaum Muslimin yang mendapat petunjuk yang
ketiga. beliau memiliki gelar Dzun Nurain karena menikahi dua putri nabi SAW
yang salah satunya setelah yang lain meninggal. Beliau wafat pada tahun 35 H.
Diriwayatkan
dari Ummu Hilal binti Waki’, dari seorang istri Utsman, ia berkata, “Suatu kaum
akan membunuhku.” Maka aku berkata, “Tidak, wahai Amirul Mukminin.” Kemudian
beliau berkata, “Sesungguhnya aku bertemu Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar di
dalam mimpi. Maka mereka berkata, “Berbukalah bersama kami malam ini.” atau
mereka mengatakan, “Sesungguhnya kamu akan berbuka bersama kami malam ini.”
Diriwayatkan
oleh Abdullah bin Salam, ia berkata, “Aku datang kepada Utsman untuk
menyalaminya, sedangkan ia dalam keadaan dikepung. Aku masuk menemuinya, maka
ia berkata, “Selamat datang wahai saudaraku. Aku melihat Rasulullah SAW tadi
malam di pintu kecil ini. Ia berkata, “Pintu kecil itu ada di dalam rumah.”
Maka beliau (nabi) berkata, “Wahai Utsman, apakah mereka telah mengepungmu?”
Aku menjawab, “Ya.” Beliau bertanya lagi, “Apakah mereka telah membuatmu haus?”
Aku menjawab, “Ya.” Maka beliau menuangkan cawan besar yang berisi air,
kemudian aku meminumnya sampai kenyang, sampai-sampai aku merasakan dinginnya
di antara dada dan pundakku. Dan beliau SAW berkata, “Jika kamu mau, berbukalah
di rumah kami. Maka aku memilih berbuka di rumah beliau SAW. Maka kata
Abdullah bin Salam, Utsman dibunuh pada hari itu.
(Thabaqat
Ibnu Saad & Tarikh, Ibnu Asakir).
Mimpi
Ali bin Abi Thalib K.W
|
Beliau
adalah adik sepupu Rasulullah SAW sekaligus menantunya dan termasuk orang yang
pertama masuk islam dari kalangan anak-anak. Beliau adalah Khalifah setelah
terbunuhnya Utsman bin Affan. Julukannya adalah Abu Turab. Beliau wafat pada
tahun 40 H setelah beberapa hari terluka karena tikaman Ibnu Muljam.
Muhammad
Sa’ad menceritakan sebuah riwayat dari Ali bin Abi Thalib K.W. Ali bin Abi
Thalib K.W berkata, “Sesungguhnya aku pada malam itu (yaitu saat Ibnu Muljam
membunuhnya pada pagi harinya) membangunkan keluargaku, kedua mataku
menguasaiku hingga aku tertidur saat aku duduk. Maka aku melihat Rasulullah
SAW. Dan aku bertanya, “Ya Rasulullah, kenapa aku menemukan di antara ummatmu
orang-orang yang bengkok dan suka bertengkar?” Rasulullah SAW berkata,
“Doakanlah atas mereka.” Maka aku berdoa,” Ya Allah, gantikanlah perlakuan
mereka terhadapku dengan yang lebih baik bagiku. Dan gantikanlah yang lebih
buruk untuk mereka.”
(Thabaqatul
Kubra & Al Manaamat, Ibnu Abi Dunya)
Mimpi
Bilal bin Rabah Ra
|
Beliau
adalah Muazzin di zaman Rasulullah SAW, termasuk golongan sahabat yang ikut
dalm perang Badar. Nabi SAW telah bersaksi atas penetapannya sebagai ahli
surga. Setelah Rasulullah SAW wafat, karena tak kuat menanggung kesedihan hati
akan ingatannya kepada Rasulullah SAW, Bilal pindah ke negeri Syam.
Bertahun
kemudian Bilal melihat Rasulullah SAW di dalam mimpinya di negeri Syam.
Rasulullah berkata, “Kenapa kamu berlaku tidak ramah, wahai Bilal? Bukankah
kini telah datang waktunya bagimu untuk menziarahiku?” Maka Bilal bangun dalam
keadaan bersedih dan langsung bergegas menuju kota Madinah. ia lalu mendatangi
makam Rasulullah SAW dan disana ia menangis.
Sayyidina
Hasan dan Husein datang menghampirinya, kemudian Bilal memeluk keduanya. Maka
Sayyidina Hasan dan Husein berkata, “Kami sangat menginginkan engkau untuk azan
di waktu sahur.” Maka demi takzimnya kepada kedua cucu Rasulullah SAW ia naik
ke atap masjid. ketika ia menyerukan “Allahu Akbar Allahu Akbar” bergetarlah
seluruh kota Madinah. Keluarlah para penduduknya berduyun-duyun ke masjid
sambil menangis tersedu-sedu karena suara Bilal mengingatkan mereka pada
kehidupan di zaman Rasulullah SAW. Dan tidak pernah disaksikan hari yang lebih
banyak laki-laki dan wanita menangis daripada hari itu.
Seminggu
kemudian Bilal wafat.
(Asadul
Ghabah, Ibnu Atsir)
Mimpi Sayyidina
Hasan bin Ali Ra
|
Beliau
adalah cucu Rasulullah SAW serta pemuka para ahli surga. Beliau wafat
sebagai syahid.
Diriwayatkan
oleh Filfilah Al Ja’fi, ia berkata, “Aku mendengar Sayyidina Hasan bin Ali Ra.
berkata, “Aku melihat nabi SAW bergelantung di atas Arsy, dan aku melihat Abu
Bakar ra. memegang kedua pinggang nabi SAW serta melihat Umar ra. memegang
kedua pinggang Abu Bakar ra. dan juga melihat Utsman ra. memegang pinggang Umar
ra. serta melihat darah bercucuran dari langit ke bumi.” Maka Hasan
menceritakan mimpi ini pada orang di sekelilingnya (kaum syi’ah), maka mereka
bertanya, “Tidakkah kau melihat Ali?” Hasan menjawab, “Tidak seorang pun yang
paling suka aku melihatnya memegang kedua pinggang nabi SAW daripada Ali K.W.
Akan tetapi ini adalah sebuah mimpi.”
Dari
Ishak bin Rabi’, ia berkata, “Ketika kami sedang di sisi Hasan, tiba-tiba
datang seorang laki-laki seraya berkata, ‘Wahai Abu Said, sesungguhnya semalam
aku melihat nabi SAW di dalam mimpi. Nabi SAW berada di tengah-tengah Murjiah
Bani Salim dalam khalayak ramai, dan diatasnya jubah musim dingin, kemudian
dikatakan kepadanya, ‘Wahai Rasulullah SAW, Hasan akan datang. Beliau bersabda,
‘Katakanlah kepadanya, beritakanlah kabar gembira, kemudian beritakanlah kabar
gembira, kemudian beritakanlah kabar gembira.’ Maka mata Hasan bercucuran air
mata, dan ia bersabda, ‘Semoga Allah menetapkan matamu. Rasulullah SAW
bersabda, ‘Barangsiapa yang melihatku di dalam mimpi, maka ia sungguh
telah melihatku, dan syetan tidak dapat menyerupaiku.’”
(HR
Thabrani & Al Manaamat, Ibnu Abi Dunya).
Mimpi
Sayyidina Husein bin Ali Ra.
|
Suatu
hari Sayyidina Husein bin Ali Ra.sedang duduk di depan rumahnya sambil memeluk
pedangnya. Ketika ia menundukkan kepalanya, saudarinya, Zainab binti Ali
mendengar suara teriakan. Ia mendekati saudaranya, seraya berkata, “Wahai
saudaraku, tidakkah kamu mendengar suara keributan telah mendekat?” Maka Husein
mengangkat kepalanya dan berkata, “Sesungguhnya aku melihat Rasulullah SAW di
dalam mimpiku dimana beliau berkata padaku: ‘Sesungguhnya kamu menuju kepada
kami.’ Maka saudarinya itu menjadi bersedih dan berkata, “Alangkah celaka aku!”
Maka Husein berkata, “Kamu tidak celaka, wahai saudariku, tempatkanlah kasih
sayangmu dengan Allah Yang Maha Pemurah.”
Tak
lama, Husein gugur di padang Karbala. Seluruh keluarganya habis terbantai,
kecuali seorang anaknya yang bernama Ali yang berhasil diselamatkan oleh
Zainab.
Mimpi
Ummu Salamah Ra.
|
Ia
adalah Ummul Mukminin, istri Rasulullah SAW. Ia termasuk wanita yang tercantik
dan termulia dalam silsilah keturunannya. Ia wafat tahun 61 H.
Diriwayatkan
oleh Razim, ia berkata, “Salma meriwayatkan padaku, ia berkata, “Aku datang ke
rumah Ummu Salamah di saat ia sedang menangis. Maka aku bertanya, “Apa yang
menyebabkan kamu menangis?” Ia menjawab, “Aku bertemu Rasulullah SAW di dalam
mimpi. Di kepala dan janggutnya terdapat debu, maka aku bertanya, “Kenapa
engkau, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Aku baru saja menyaksikan
pembunuhan Husein.”
Tak
lama terdengar kabar oleh penduduk Madinah bahwa Sayyidina Husein telah
terbunuh di Karbala. Dan Ummu Salamah adalah termasuk orang yang pertama kali
mengetahui kejadian syahidnya Sayyidina Husein Ra.
(HR.
Tirmidzi).
Mimpi
Abu Musa Al Asy’ari Ra.
|
Beliau
adalah salah seorang sahabat Rasulullah SAW dari suku Tamim. Beliau juga
seorang ahli fikih dan qira’at.
Diriwayatkan
oleh Abu Musa , beliau berkata, “Aku melihat Rasulullah di dalam mimpi sedang
berada di atas gunung. Di sampingnya Abu Bakar. Dan beliau (Rasulullah)
sedang mengisyaratkan Umar untuk datang kepadanya.” Maka aku mengucapkan Inna
lillahi wa inna ilaihi raji’un, dan ternyata benar, Amirul Mukminin Umar bin
Khattab wafat!” Ia (Abu Musa) ditanya, “Tidakkah kamu menulisnya (mimpi) itu
kepada Umar?” Maka Abu Musa berkata, “Tidak selayaknya aku mengucapkan berbela
sungkawa kepada Umar (karena Umar akan bertemu Rasulullah SAW).”
(Ar
Riyadhun Nudhrah fi Manaqibil Asyrah).
Mimpi
Huzaimah bin Tsabit Ra.
|
Beliau
adalah seorang sahabat Rasulllah SAW. Ia diistimewakan karena kesaksiannya
setara dengan kesaksian dua orang. Beliau termasuk di dalam pasukan Ali Bin Abu
Thalib K.W dan memperoleh kemuliaan syahid saat perang Shiffin.
Diriwayatkan
oleh Utsman bin Sahl bin Hanif dan Khuzaimah bin Tsabit, “Bahwa ia
bermimpi mencium dahi nabi SAW. Kemudian ia mendatangi Rasulullah SAW lalu ia
menceritakan mimpinya tersebut. Kemudian Rasulullah SAW mempersilahkannya, lalu
ia pun mencium dahi Rasul.”
(Musnad
Imam Ahmad).
Mimpi
Tantang Imam Bukhari Ra.
|
Beliau
adalah seorang imam terkemuka ahli hadits. Namanya adalah Muhammad bin Ismail
Al Bukhari. Gelarnya adalah Amirul Mukminin fil Hadits yang artinya Pembesar
Kaum Mukminin dalam ilmu hadits. Beliau mengarang kitab yang seluruhnya berisi
hadits-hadits shahih. Beliau wafat pada tahun 256 H.
Diriwayatkan
dari Muhammad bin Yusuf Al Fibrari, ia berkata, ‘Aku mendengar Najm bin Fadhil,
seorang ahlul ilmi berkata, “Aku bermimpi melihat nabi SAW keluar dari kota
Masiti, sedangkan Muhammad bin Ismail Al Bukhari berada di belakangnya, dimana
bila nabi SAW melangkahkan kakinya, Al Bukhari pun melakukan hal yang sama dan
meletakkan kakinya di atas langkah nabi SAW dan mengikuti bekas langkahnya.”
Diriwayatkan
dari Muhammad bin Muhammad bin Makki, ia berkata, “Aku mendengar Abdul Wahid
bin Adam Ath-Thawwisi berkata, ‘Aku mimpi bertemu Rasulullah SAW dan sekelompok
sahabatnya, beliau sedang berhenti di suatu tempat, maka aku mengucapkan salam
dan beliau menjawabnya. Aku bertanya, ‘Kenapa engkau berhenti, Ya Rasulullah?’
Beliau menjawab, ‘Aku menunggu Muhammad bin Ismail Al Bukhari.’ Dan setelah
beberapa hari datang berita kepadaku tentang wafatnya Al Bukhari. Setelah aku
perhatikan, ia wafat pada waktu aku mimpi bertemu Rasululah SAW.”
(Tarikh
Baghdadi).
Mimpi
Abul Mawahib Asy-Syadzili Ra.
|
Beliau
memiliki nama lengkap Syaikh Muhammad Abul Mawahib Asy-Syadzili, murid dari
Syaikh Abu Sa’id Ash-Shafrawi. Beliau adalah seorang ulama besar yang pernah
mengajar di Universitas Al Azhar, Mesir. Beliau sering bermimpi berjumpa dengan
Rasulullah saw.
Beliau
pernah menyatakan: Aku bermimpi melihat Rasulullah saw berada di lantai atas
Universitas Al Azhar pada tahun 825 H, lalu beliau meletakkan tangannya di
dadaku dan bersabda: “Wahai anakku, ghibah itu haram hukumnya. Tidakkah kau
mendengar firman Allah SWT : Janganlah sebagian kamu membicarakan keburukan
(ghibah) sebagian yang lain.” Sedangkan disampingku ada beberapa orang yang
asyik membicarakan keburukan orang. Kemudian beliau bersabda kepadaku: “Jika
kamu tak bisa menghindari untuk mendengar orang-orang berghibah, maka bacalah
surat Al Ikhlash, Al Falaq dan An-Nas, lalu hadiahkanlah pahalanya kepada orang
yang dighibah atau dibicarakan keburukannya itu, karena (mendengarkan) ghibah
dan pahala dari bacaan tersebut berimbang.”
Beliau
menyatakan bahwa suatu hari beliau terlibat perdebatan di Universitas Al Azhar
dengan seseorang atas pernyataan Qasidah Al Burdah karya Imam Bushiri:
Famablaghul
ilmi fihi annahu basyarun
Wa
annahu khairu khalqillahi kullihimi
Puncak
pengetahuan manusia tentangnya: ia adalah seorang manusia
Tetapi
sesungguhnya ia adalah makhluk Allah yang terbaik.
Ia
mengatakan kepadaku bahwa pernyataan ini tidak memiliki argumentasi. Aku
sanggah pernyataannya dan aku katakan bahwa itu telah didasarkan pada ijma’
yang tak dapat dibantah. Tapi ia tetap tak mau menerimanya. Lalu setelah itu
aku bermimpi melihat Rasulullah saw bersama Abu Bakar dan Umar sedang duduk di
samping mimbar Universitas Al Azhar. Beliau bersabda menyambutku: “Selamat
datang kekasih kami.” Kemudian beliau menoleh kepada para sahabatnya dan
berkata: “Tahukah kalian apa yang telah terjadi hari ini?” “Kami tidak tahu,
wahai Rasulullah,” jawab mereka. “Sesungguhnya si fulan yang celaka meyakini
bahwa para malaikat lebih utama dariku.” Mereka menyanggah dengan serentak,
“Itu tidak benar, wahai Rasulullah!” Lalu Nabi saw berkata kepada mereka:
“Kasihan keadaan si fulan yang celaka itu, ia sebenarnya tidak hidup. Sekalipun
hidup, ia hidup dalam keadaan ternista dan terhina. Namanya yang terhina
membuatnya sempit dalam kehidupan dunia dan akhirat. Ia meyakini bahwa ijma’
tidak terjadi pada pengutamaanku di atas semua makhluk. Tidakkah ia tahu, bahwa
pengingkaran Mu’tazilah kepada Ahlussunah tidak dapat merusak kredibilitas
ijma’?
Beliau
juga pernah berkata, “Aku bermimpi melihat Rasulullah saw dan aku berkata
kepada beliau: Wahai Rasulullah, Allah bershalawat sepuluh kali kepada orang
yang membaca shalawat untukmu satu kali. Apakah itu bagi orang yang
menghadirkan hati (khusyu’) dan perasaannya (ta’zhim)? Beliau menjawab: “Tidak.
Itu berlaku bagi orang yang membaca shalawat untukku dalam keadaan lalai. Allah
akan memberinya anugerah sebesar dan sebanyak gunung-gunung tinggi, yaitu para
malaikat akan berdoa dan memohonkan ampun untuknya. Adapun kalau ia membacanya
dengan menghadirkan hati (khusyu’) dan penuh rasa hormat (ta’zhim), maka nilai
pahala dari bacaan itu tidak bisa dijabarkan kecuali oleh Allah.”
Beliau
berkata lagi: “Aku bermimpi melihat Rasulullah saw. Beliau bersabda kepadaku
menjelaskan tentang diri beliau yang mulia: “Aku tidaklah mati. Kematian
hanyalah sebuah ungkapan bagi ketersembunyianku dari orang yang tidak
mendapatkan pemahaman dari Allah. Adapun bagi orang yang telah mendapatkan
pemahaman dari Allah, maka inilah aku: aku bisa melihatnya dan ia bisa
melihatku.”
Beliau
menerangkan, “Siapa yang ingin bermimpi Rasulullah saw, hendaklah ia
memperbanyak bersalawat kepadanya siang dan malam, bersama cintanya kepada para
Imam yang shalih dan para wali. Jika tidak begitu, maka pintu untuk masuk ke
dalam mimpi itu akan ditutup, karena mereka adalah pemimpin manusia, sementara
itu Tuhan kita akan murka karena kemurkaan mereka, demikian pula Rasulullah
saw.”
(Afdhalish
Shalawat Ala Sayyidis Saadat, Yusuf An-Nabhani).
Mimpi
Ahmad Ibnul Jalla’ Ra.
|
Abu
Abdullah Ahmad bin Yahya Al Jalla’, asli Baghdad dan pernah tinggal di Ramlah
dan Damaskus. Ia termasuk tokoh besar dari kalangan syeikh sufi di Syam. Ia
berguru pada Abu Turab, Dzunnun Al Mishri dan Abu Ubaid Al Bishri serta kepada
ayahnya sendiri, Yahya Al Jalla’.
Ia
berkata, “Pada suatu ketika aku pergi mengembara melintasi gurun dengan bekal
yang seadanya. Sampai di kota Madinah, aku telah tidak memiliki apa pun. Aku
lalu mendekati makam Rasulullah SAW, lalu berkata, ‘Aku adalah tamu anda, wahai
Rasulullah!’ Tiba-tiba aku dilanda kantuk sehingga aku tertidur. Saat tertidur
itu aku bermimpi bertemu nabi SAW dan beliau memberiku roti. Roti itu kumakan
separuhnya, selanjutnya aku bangun. Ternyata separuh roti yang belum kumakan
masih ada di tanganku.”
Mimpi
Hasan Al Bashri Ra.
|
Imam
Hasan Al Bashri yang digelari oleh umat sebagai Imamut Tabi’in
(Pemimpinnya Para Tabi’in), pada suatu ketika mengalami kebingungan dan
kegelisahan dalam dakwahnya. Maka ia pun lalu berkhalwat, menyendiri di suatu
tempat untuk beribadah kepada Allah. Lalu ia bermimpi bertemu Rasulullah Saw
sedang berdiri di Padang Arafah sambil menangis di hadapan ummatnya. Rasulullah
saw bersabda:
“Sampai
hati kalian berkata kepadaku: ‘kami sudah tak mampu lagi membantumu, wahai
Rasulullah…’ Padahal aku tak akan mampu mengatakan ucapan itu pada kalian kelak
di Hari Kebangkitan. Dan airmataku, demi Allah, telah berlinang mendengar
ucapan kalian itu.
Sampai
hatikah kalian mengatakan kepadaku: ‘kegembiraanmu sementara harus dibatasi
dulu, wahai Rasulullah…’ Padahal siang malam kedua tanganku selalu terangkat
untuk kegembiraan kalian.
Sampai
hatikah kalian mengatakan kepadaku: ‘kami tak berani mengambil resiko untuk
membelamu, wahai Rasulullah…’ Padahal aku tak pernah peduli akan resiko yang
menimpaku untuk menolong kalian.
Demi
samudera kelembutan Allah yang memenuhi dadaku, aku tak akan tega memerintahkan
kalian untuk mengambil resiko dalam membantu urusanku.
Demi
kerinduan kalian kepadaku, sampai hatikah kalian hingga masih takut resiko demi
membela panjiku.
Ketika
seluruh manusia telah berkumpul, masing-masing dengan kebingungan,
masing-masing dengan kesulitan, masing-masing dengan ketakutan, maka para
malaikat menyingkirkan para manusia untuk membuka jalan bagi kelompok besarku.
Maka lewatlah aku dan puluhan ribu pengikutku dengan dipayungi panji-panji yang
bertuliskan namaku.
Seorang
hamba yang hina berusaha meninggikan kepalanya dan melambai-lambaikan tangannya
kepadaku dengan harapan aku akan memanggilnya ke dalam rombonganku. Maka si
hamba hina pun menjerit-jerit berteriak-teriak memanggil-manggil namaku sambil
berusaha menerobos pagar betis para malaikat yang bertugas membuka jalan bagi
kelompokku.
Namun
ketika ia berhasil menerobos untuk melihat wajahku dengan jelas, maka
kekecewaan merobek hatinya karena aku telah jauh melewatinya.
Maka
ia pun berteriak memanggil namaku ‘Ya Habibi Muhammad… Ya Habibi
Muhammad…’ sambil mengalirkan airmata kesedihan dan kecewa karena ditnggalkan
oleh orang yang paling dirindukannya.
Ia
hanya dapat memandang dengan hati yang hancur dalam kesedihan, memandangi
kepergian diriku yang selalu didambakannya.
Lalu
ia berkata kepada para malaikat, ‘sampaikan salamku pada kekasih hatiku,
Muhammad saw, bahwa aku sudah kembali ke tempat yang pantas bagiku, dan sudah
tercapai apa yang menjadi niatku yakni menegakkan panji-panji beliau, dan siksa
neraka aku relakan bagi diriku demi tercapainya dambaan hatiku yakni
kegembiraan hati beliau.’
Kemudian
ia pun berbalik dengan seribu kepiluan meninggalkan tempat yang dari tadi ia
berharap dapat menatap wajahku.
Maka
kupanggil ia dari kejauhan, dilihatnya seluruh rombonganku berhenti, karena
Pemimpin mereka berhenti. Lalu hamba itu melihat bahwa akulah yang
memanggilnya, kekasih yang selalu dirindukannya. Kubentangkan kedua tanganku
sambil tersenyum lebar, dan aku akan berkata, “Aku tak akan melupakanmu, wahai
fulan… aku tak akan meninggalkanmu, wahai fulan… aku tak akan membiarkan orang
yang merindukanku, wahai fulan… Maka si hamba hina pun berlari menunduk-nunduk
untuk memelukku.
Ia
kuberi kesempatan melepas seluruh kerinduannya kepadaku. Ia kuberi hak untuk
mendapat kelembutan kasih-sayang dari orang yang paling didamba dan dibelanya.
Sampai
hatikah kalian menepis tanganku yang terulur kepada kalian. Kutatap wajah
kalian sambil berharap ada diantara kalian yang akan meringankan kesedihanku.”
Demikian
mimpi Imam Hasan Al Bashri yang tercantum dalam kitab beliau, Al Mahbub.
Mimpi
Ibnu Arabi Ra.
|
Beliau
adalah seorang sufi besar dari negeri Andalusia yang mendapatkan gelar Syaikhul
Akbar. Beliau menulis banyak kitab tentang tasawuf, di antaranya yaitu Al
Futuhatul Makkiyah dan Fushusul Hikam. Beliau wafat tahun 638 H.
Pada
suatu kali beliau memikirkan masalah rumit yang menjadi perselisihan di kalangan
ulama, yakni mengenai keutamaan dan kelemahan para malaikat dibandingkan dengan
manusia (selain Rasulullah SAW, karena Rasul adalah seutama-utamanya makhluk
ciptaan Allah). Ia, Ibnu Arabi berkata:
Aku
bertemu dengan Rasulullah SAW dalam mimpi dan aku bertanya mengenai persoalan
ini setelah menuturkan silang pendapat di kalangan ulama. Rasulullah berkata
padaku: “Malaikat lebih mulia (daripada manusia)” Aku berkata, “Aku mempercayai
jawabanmu. Tapi apa alasanku jika aku ditanya mengenai hal ini?” Beliau SAW
berkata: “Engkau tahu aku adalah manusia yang paling mulia. Engkau juga telah
memahami hadits yang aku sampaikan dari Allah bahwa Dia berfirman, “Barangsiapa
menyebut nama-Ku di dalam dirinya, Aku akan menyebutnya di dalam diri-Ku, dan
barangsiapa menyebut nama-Ku dalam sebuah majlis, aku akan menyebut namanya
dalam sebuah majlis yang lebih baik dari majlisnya (yakni majlis di
kalangan malaikat). Betapa banyak manusia yang telah menyebut nama Allah dalam
sebuah majlis, yang telah aku (Rasulullah) hadiri. Dan karena itu, betapa
banyak manusia yang telah Allah sebutkan dalam sebuah majlis yang lebih baik
dari majlis itu!” Tak ada yang lebih menyenangkan hati selain penjelasan dari
Rasul ini, karena ini memang persoalan yang telah mengusik hatiku sekian lama.
Ia
juga pernah bermimpi kembali bertemu nabi SAW. Ia berkata, “Aku bertanya,
‘Apakah hewan tidak akan dibangkitkan pada hari kiamat?’ Rasulullah SAW
menjawab, “Tidak, hewan tidak akan dibangkitkan di hari kiamat” Aku bertanya,
‘Apakah sudah pasti begitu? Apakah tidak mungkin ada penafsiran lain mengenai
masalah ini (yaqin min ghairi ta’wil)?’ Rasul menjawab, “Itu pasti, tak ada
lagi penafsiran.”
(Al
Mubasysyirat, Ibnu Arabi).
Mimpi
Mahmud Al Ghaznawi Ra.
|
Ada
seorang Sulthon (Raja) yang bernama Sulthon Mahmud Al Ghaznawi. Sepanjang
hidupnya Raja ini selalu menyibukkan dirinya dengan membaca shalawat kepada
nabi Muhammad SAW. Setiap selesai shalat subuh, sang raja membaca shalawat
sebanyak 300.000 kali. Begitu asyiknya raja membaca shalawat sebanyak itu,
seolah-olah beliau lupa akan tugasnya sebagai seorang raja, yang di pundaknya
tertumpu berbagai tugas negara dan berbagai macam harapan rakyatnya yang
bergantung padanya. Sehingga kalau pagi tiba, sudah banyak rakyatnya yang
berkumpul di istana menunggu sang raja, untuk mengadukan persoalannya.
Namun
sang raja yang ditunggu-tunggu tidak kunjung hadir. Sebab sang raja tidak akan
keluar dari kamarnya, walau hari telah siang, jika belum menyelesaikan wirid
shalawatnya. Setelah kejadian ini berlangsung agak lama, pada suatu malam
beliau bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW.
Di
dalam mimpinya, Rasulullah SAW bertanya, “Mengapa kamu berlama-lama di dalam
kamar? Sedangkan rakyatmu selalu menunggu kehadiranmu untuk mengadukan berbagai
persoalan mereka.” Raja menjawab, “Saya duduk berlama-lama begitu, tak lain
karena saya membaca shalawat kepadamu sebanyak 300.000 kali, dan saya berjanji
tidak akan keluar kamar sebelum bacaan shalawat saya selesai.”
Rasulullah
SAW lalu berkata, “Kalau begitu kasihan orang-orang yang punya keperluan dan
orang-orang lemah yang memerlukan perhatianmu. Sekarang aku akan ajarkan
kepadamu shalawat yang apabila kamu baca sekali saja, maka nilai pahalanya sama
dengan bacaan 100.000 kali shalawat. Jadi kalau kamu baca tiga kali, pahalanya
sama dengan 300.000 kali shalawat yang kamu baca.” Rasulullah SAW lalu
membacakan lafazh shalawat yang kemudian dikenal dengan nama shalawat sulthon.
Akhirnya,
raja Mahmud lalu mengikuti anjuran Rasulullah SAW tersebut, yaitu membaca
shalawat tadi sebanyak tiga kali. Dengan cara demikian,shalawat dapat beliau
baca dan urusan negara dapat dijalankan dengan sempurna.
Setelah
beberapa waktu mengamalkan shalawat itu, raja kembali bermimpi bertemu
Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah SAW bertanya kepadanya, “Apa yang kamu
lakukan, sehingga malaikat kewalahan menuliskan pahala amalmu?” Raja menjawab,
“Saya tidak mengamalkan sesuatu, kecuali mengamalkan shalawat yang anda ajarkan
kepada saya itu.”
Mimpi Al
Fasawi Ra.
|
Ia
adalah ulama hadits yang bernama Abu Yusuf Ya’kub bin Sufyan Al Fasawi. Beliau
pengarang kitab At-Tarikh dan Al-Masyikhah yang wafat di tahun 277 H.
Diriwayatkan
dari Muhammad bin Yazid Atthar, Aku mendengar Ya’kub Al Fasawi berkata, “Aku
banyak menyalin hadits di malam hari. Karena kebutuhan makin banyak, dengan
terburu-buru aku menulisnya hingga larut malam sehingga mengakibatkan mataku
berair dan tak dapat melihat. Hal itu membuatku bersedih, karena hilangnya ilmu
dariku dan aku menjadi terasing dari sekitarku. Aku menangis hingga tertidur.
Lalu aku bertemu Rasulullah SAW dimana beliau memanggilku: ‘Wahai Ya’kub,
kenapa kamu menangis?’ Akumenjawab, “Ya Rasulullah, penglihatanku hilang,
sehingga aku sedih tak bisa menulis sunah-sunahmu lagi dan aku terasing dari
sekitarku.”
Beliau
bersabda, ‘Mendekatlah padaku.’ Maka aku lalu mendekat kepadanya. Lalu beliau
mengusapkan tangannya di atas mataku seakan-akan membacakan atas keduanya.
Kemudian aku terbangun dan aku dapat melihat, lalu aku mengambil tulisanku dan
duduk di depan lampu untuk meneruskannya.”
(Tarikhul
Islam).
Mimpi Pengamal Shalawat
|
Pada
suatu ketika, di musim haji, Sufyan ats-Tsauri tengah melaksanakan thawaf di
Baitullah. Ketika itu Sufyan melihat seorang lelaki yang selalu membaca
shalawat setiap ia melangkahkan kaki. Sufyan lalu menghampiri laki-laki
tersebut, dan menegurnya, “Wah, kalau begini anda telah meninggalkan bacaan
tasbih dan tahlil. Anda hanya terfokus pada shalawat untuk nabi SAW saja. Apa
alasan anda melakukan amalan ini?”
Laki-laki
itu kemudian balik bertanya kepada Sufyan, “Siapakah anda ini? Semoga Allah
memberikan anda karunia kesehatan dan keselamatan!” Sufyan menjawab, “Aku
Sufyan ats-Tsauri.” Laki-laki itu berkata, “Baiklah, akan saya ceritakan kisah
saya. Andaikata tidak karena anda adalah orang luar biasa di masa ini, niscaya
saya tidak akan menceritakan karunia yang dianugerahkan kepada saya, dan
niscaya saya tidak akan membuka rahasia yang diberikan Allah pada saya.”
Kemudian
laki-laki itu berkisah, “Pada suatu hari, saya dan ayah saya pergi untuk
menunaikan ibadah haji. Di tengah perjalanan, ayah saya mengalami sakit, maka
saya berhenti dulu untuk mengobatinya. Lalu di suatu malam yang memilukan, ayah
saya meninggal dunia dengan wajah yang menghitam legam. Inna lillahi wa inna
ilaihi raji’un, ayahku telah meninggal dengan wajah yang menghitam, ujar saya
dalam hati. Saya merasa sangat sedih sekali menyaksikan keadaannya.
Lalu
saya mengambil selembar kain dan menutupi wajahnya. Saya begitu larut dalam
kesedihan dan terus memikirkan, apa yang akan dikatakan orang-orang jika
melihat wajah ayah saya yang hitam legam. Dalam keadaan seperti itu, saya
diserang kantuk dan jatuh tertidur. Tiba-tiba saya bermimpi melihat seorang
laki-laki yang sangat tampan, belum pernah saya melihat laki-laki setampan itu,
seumur hidup saya. Pakaiannya begitu bersih dan dari tubuhnya tercium aroma
yang sangat harum, bukan seperti wewangian biasa. Kemudian laki-laki itu
melangkah menuju jasad ayah saya dan membuka kain penutup wajahnya. Lalu
laki-laki itu mengusapkan telapak tangannya ke wajah ayah saya. Maka tiba-tiba
saja wajah ayah saya menjadi putih bersinar-sinar.
Ketika
laki-laki itu hendak beranjak pergi, saya memegang bajunya dan bertanya, ‘Wahai
hamba Allah, siapakah anda, yang telah dikaruniai Allah untuk menyelamatkan
ayah saya dan melenyapkan kegundahan di hati saya?’ Laki-laki itu lalu
menjawab, “Tidakkah kamu mengenalku? Aku adalah Muhammad bin Abdullah, yang
mendapat wahyu Al Qur’an. Ketahuilah, ayahmu semasa hidupnya adalah orang yang
selalu mengikuti hawa nafsunya. Akan tetapi, ia banyak membaca shalawat
untukku. Ketika kematian menghampirinya, ia meminta pertolonganku. Aku banyak
menolong orang yang banyak membaca shalawat untukku.” Kemudian saya bangun dan
melihat wajah ayah saya yang telah menjadi putih bersinar.”
(Afdhalish
Shalawat Alaa Sayyidis Saadat, Yusuf An-Nabhani).
sumber :
http://majlisdzikrullahpekojan.org/mimpi-bertemu-rasulullah.html
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.