=HANYA BLOG PRIBADI= "BLOG INI HANYA KUMPULAN CATATAN SAYA BIAR TIDAK HILANG ATAU MEMUDAHKAN UNTUK MENCARINYA"
SELAMAT DATANG DI BLOG ALI AL BAYURI

19.4.13

KUMPULAN KISAH MIMPI BERTEMU RASULULLAH SAW.


Mimpi Umar bin Khattab Ra
Beliau adalah Pemimpin Kaum Muslimin setelah Sayyidina Abu Bakar AsShiddiq ra wafat. Gelarnya adalah Al Faruq yang artinya pembeda antara yang haq dan yang bathil. Beliau wafat pada tahun 23 H.
Diriwayatkan dari Umar bin Hamzah bin Abdullah, dari pamannya, Salim dari bapaknya, Umar berkata, “Aku melihat Rasulullah SAW di dalam mimpi, dimana aku melihat beliau sedangkan beliau tidak memandangku. Maka aku berkata, “Ya Rasulullah, kenapa aku?” Beliau bersabda, “Bukankah kamu yang mencium istrimu pada saat kamu berpuasa?!” Maka aku berkata, “Demi Yang Mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak akan mencium istriku lagi setelah ini saat aku berpuasa.”
(Al Mahalli, Ibnu Hazm).
Mimpi Utsman bin Affan Ra
Beliau adalah Khalifah Rasyidin, Pemimpin Kaum Muslimin yang mendapat petunjuk yang ketiga. beliau memiliki gelar Dzun Nurain karena menikahi dua putri nabi SAW yang salah satunya setelah yang lain meninggal. Beliau wafat pada tahun 35 H.
Diriwayatkan dari Ummu Hilal binti Waki’, dari seorang istri Utsman, ia berkata, “Suatu kaum akan membunuhku.” Maka aku berkata, “Tidak, wahai Amirul Mukminin.” Kemudian beliau berkata, “Sesungguhnya aku bertemu Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar di dalam mimpi. Maka mereka berkata, “Berbukalah bersama kami malam ini.” atau mereka mengatakan, “Sesungguhnya kamu akan berbuka bersama kami malam ini.”
Diriwayatkan oleh Abdullah bin Salam, ia berkata, “Aku datang kepada Utsman untuk menyalaminya, sedangkan ia dalam keadaan dikepung. Aku masuk menemuinya, maka ia berkata, “Selamat datang wahai saudaraku. Aku melihat Rasulullah SAW tadi malam di pintu kecil ini. Ia berkata, “Pintu kecil itu ada di dalam rumah.” Maka beliau (nabi) berkata, “Wahai Utsman, apakah mereka telah mengepungmu?” Aku menjawab, “Ya.” Beliau bertanya lagi, “Apakah mereka telah membuatmu haus?” Aku menjawab, “Ya.” Maka beliau menuangkan cawan besar yang berisi air, kemudian aku meminumnya sampai kenyang, sampai-sampai aku merasakan dinginnya di antara dada dan pundakku. Dan beliau SAW berkata, “Jika kamu mau, berbukalah di rumah kami. Maka aku memilih berbuka di rumah beliau  SAW. Maka kata Abdullah bin Salam, Utsman dibunuh pada hari itu.
(Thabaqat Ibnu Saad & Tarikh, Ibnu Asakir).

Mimpi Ali bin Abi Thalib K.W
Beliau adalah adik sepupu Rasulullah SAW sekaligus menantunya dan termasuk orang yang pertama masuk islam dari kalangan anak-anak. Beliau adalah Khalifah setelah terbunuhnya Utsman bin Affan. Julukannya adalah Abu Turab. Beliau wafat pada tahun 40 H setelah beberapa hari terluka karena tikaman Ibnu Muljam.
Muhammad Sa’ad menceritakan sebuah riwayat dari Ali bin Abi Thalib K.W. Ali bin Abi Thalib K.W berkata, “Sesungguhnya aku pada malam itu (yaitu saat Ibnu Muljam membunuhnya pada pagi harinya) membangunkan keluargaku, kedua mataku menguasaiku hingga aku tertidur saat aku duduk. Maka aku melihat Rasulullah SAW. Dan aku bertanya, “Ya Rasulullah, kenapa aku menemukan di antara ummatmu orang-orang yang bengkok dan suka bertengkar?” Rasulullah SAW berkata, “Doakanlah atas mereka.” Maka aku berdoa,” Ya Allah, gantikanlah perlakuan mereka terhadapku dengan yang lebih baik bagiku. Dan gantikanlah yang lebih buruk untuk mereka.”
(Thabaqatul Kubra & Al Manaamat, Ibnu Abi Dunya)
Mimpi Bilal bin Rabah Ra

Beliau adalah Muazzin di zaman Rasulullah SAW, termasuk golongan sahabat yang ikut dalm perang Badar. Nabi SAW telah bersaksi atas penetapannya sebagai ahli surga. Setelah Rasulullah SAW wafat, karena tak kuat menanggung kesedihan hati akan ingatannya kepada Rasulullah SAW, Bilal pindah ke negeri Syam.
Bertahun kemudian Bilal melihat Rasulullah SAW di dalam mimpinya di negeri Syam. Rasulullah berkata, “Kenapa kamu berlaku tidak ramah, wahai Bilal? Bukankah kini telah datang waktunya bagimu untuk menziarahiku?” Maka Bilal bangun dalam keadaan bersedih dan langsung bergegas menuju kota Madinah. ia lalu mendatangi makam Rasulullah SAW dan disana ia menangis.
Sayyidina Hasan dan Husein datang menghampirinya, kemudian Bilal memeluk keduanya. Maka Sayyidina Hasan dan Husein berkata, “Kami sangat menginginkan engkau untuk azan di waktu sahur.” Maka demi takzimnya kepada kedua cucu Rasulullah SAW ia naik ke atap masjid. ketika ia menyerukan “Allahu Akbar Allahu Akbar” bergetarlah seluruh kota Madinah. Keluarlah para penduduknya berduyun-duyun ke masjid sambil menangis tersedu-sedu karena suara Bilal mengingatkan mereka pada kehidupan di zaman Rasulullah SAW. Dan tidak pernah disaksikan hari yang lebih banyak laki-laki dan wanita menangis daripada hari itu.
Seminggu kemudian Bilal wafat.
(Asadul Ghabah, Ibnu Atsir)
Mimpi Sayyidina Hasan bin Ali Ra

Beliau adalah  cucu Rasulullah SAW serta pemuka para ahli surga. Beliau wafat sebagai syahid.
Diriwayatkan oleh Filfilah Al Ja’fi, ia berkata, “Aku mendengar Sayyidina Hasan bin Ali Ra. berkata, “Aku melihat nabi SAW bergelantung di atas Arsy, dan aku melihat Abu Bakar ra. memegang kedua pinggang nabi SAW serta melihat Umar ra. memegang kedua pinggang Abu Bakar ra. dan juga melihat Utsman ra. memegang pinggang Umar ra. serta melihat darah bercucuran dari langit ke bumi.” Maka Hasan menceritakan mimpi ini pada orang di sekelilingnya (kaum syi’ah), maka mereka bertanya, “Tidakkah kau melihat Ali?” Hasan menjawab, “Tidak seorang pun yang paling suka aku melihatnya memegang kedua pinggang nabi SAW daripada Ali K.W. Akan tetapi ini adalah sebuah mimpi.”
Dari Ishak bin Rabi’, ia berkata, “Ketika kami sedang di sisi Hasan, tiba-tiba datang seorang laki-laki seraya berkata, ‘Wahai Abu Said, sesungguhnya semalam aku melihat nabi SAW di dalam mimpi. Nabi SAW berada di tengah-tengah Murjiah Bani Salim dalam khalayak ramai, dan diatasnya jubah musim dingin, kemudian dikatakan kepadanya, ‘Wahai Rasulullah SAW, Hasan akan datang. Beliau bersabda, ‘Katakanlah kepadanya, beritakanlah kabar gembira, kemudian beritakanlah kabar gembira, kemudian beritakanlah kabar gembira.’ Maka mata Hasan bercucuran air mata, dan ia bersabda, ‘Semoga Allah menetapkan matamu. Rasulullah SAW bersabda, ‘Barangsiapa yang melihatku di dalam mimpi, maka ia sungguh telah melihatku, dan syetan tidak dapat menyerupaiku.’”
(HR Thabrani & Al Manaamat, Ibnu Abi Dunya).

Mimpi Sayyidina Husein bin Ali Ra.
Suatu hari Sayyidina Husein bin Ali Ra.sedang duduk di depan rumahnya sambil memeluk pedangnya. Ketika ia menundukkan kepalanya, saudarinya, Zainab binti Ali mendengar suara teriakan. Ia mendekati saudaranya, seraya berkata, “Wahai saudaraku, tidakkah kamu mendengar suara keributan telah mendekat?” Maka Husein mengangkat kepalanya dan berkata, “Sesungguhnya aku melihat Rasulullah SAW di dalam mimpiku dimana beliau berkata padaku: ‘Sesungguhnya kamu menuju kepada kami.’ Maka saudarinya itu menjadi bersedih dan berkata, “Alangkah celaka aku!” Maka Husein berkata, “Kamu tidak celaka, wahai saudariku, tempatkanlah kasih sayangmu dengan Allah Yang Maha Pemurah.”
Tak lama, Husein gugur di padang Karbala. Seluruh keluarganya habis terbantai, kecuali seorang anaknya yang bernama Ali yang berhasil diselamatkan oleh Zainab.
Mimpi Ummu Salamah Ra.

Ia adalah Ummul Mukminin, istri Rasulullah SAW. Ia termasuk wanita yang tercantik dan termulia dalam silsilah keturunannya. Ia wafat tahun 61 H.
Diriwayatkan oleh Razim, ia berkata, “Salma meriwayatkan padaku, ia berkata, “Aku datang ke rumah Ummu Salamah di saat ia sedang menangis. Maka aku bertanya, “Apa yang menyebabkan kamu menangis?” Ia menjawab, “Aku bertemu Rasulullah SAW di dalam mimpi. Di kepala dan janggutnya terdapat debu, maka aku bertanya, “Kenapa engkau, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Aku baru saja menyaksikan pembunuhan Husein.”
Tak lama terdengar kabar oleh penduduk Madinah bahwa Sayyidina Husein telah terbunuh di Karbala. Dan Ummu Salamah adalah termasuk orang yang pertama kali mengetahui kejadian syahidnya Sayyidina Husein Ra.
(HR. Tirmidzi).
Mimpi Abu Musa Al Asy’ari Ra.

Beliau adalah salah seorang sahabat Rasulullah SAW dari suku Tamim. Beliau juga seorang ahli fikih dan qira’at.
Diriwayatkan oleh Abu Musa , beliau berkata, “Aku melihat Rasulullah di dalam mimpi sedang berada di atas gunung. Di sampingnya Abu Bakar. Dan beliau (Rasulullah)  sedang mengisyaratkan Umar untuk datang kepadanya.” Maka aku mengucapkan Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, dan ternyata benar, Amirul Mukminin Umar bin Khattab wafat!” Ia (Abu Musa) ditanya, “Tidakkah kamu menulisnya (mimpi) itu kepada Umar?” Maka Abu Musa berkata, “Tidak selayaknya aku mengucapkan berbela sungkawa kepada Umar (karena Umar akan bertemu Rasulullah SAW).”
(Ar Riyadhun Nudhrah fi Manaqibil Asyrah).

Mimpi Huzaimah bin Tsabit Ra.
Beliau adalah seorang sahabat Rasulllah SAW. Ia diistimewakan karena kesaksiannya setara dengan kesaksian dua orang. Beliau termasuk di dalam pasukan Ali Bin Abu Thalib K.W dan memperoleh kemuliaan syahid saat perang Shiffin.
Diriwayatkan oleh Utsman bin Sahl bin Hanif  dan Khuzaimah bin Tsabit, “Bahwa ia bermimpi mencium dahi nabi SAW. Kemudian ia mendatangi Rasulullah SAW lalu ia menceritakan mimpinya tersebut. Kemudian Rasulullah SAW mempersilahkannya, lalu ia pun mencium dahi Rasul.”
(Musnad Imam Ahmad).

Mimpi Tantang Imam Bukhari Ra.
Beliau adalah seorang imam terkemuka ahli hadits. Namanya adalah Muhammad bin Ismail Al Bukhari. Gelarnya adalah Amirul Mukminin fil Hadits yang artinya Pembesar Kaum Mukminin dalam ilmu hadits. Beliau mengarang kitab yang seluruhnya berisi hadits-hadits shahih. Beliau wafat pada tahun 256 H.
Diriwayatkan dari Muhammad bin Yusuf Al Fibrari, ia berkata, ‘Aku mendengar Najm bin Fadhil, seorang ahlul ilmi berkata, “Aku bermimpi melihat nabi SAW keluar dari kota Masiti, sedangkan Muhammad bin Ismail Al Bukhari berada di belakangnya, dimana bila nabi SAW melangkahkan kakinya, Al Bukhari pun melakukan hal yang sama dan meletakkan kakinya di atas langkah nabi SAW dan mengikuti bekas langkahnya.”
Diriwayatkan dari Muhammad bin Muhammad bin Makki, ia berkata, “Aku mendengar Abdul Wahid bin Adam Ath-Thawwisi berkata, ‘Aku mimpi bertemu Rasulullah SAW dan sekelompok sahabatnya, beliau sedang berhenti di suatu tempat, maka aku mengucapkan salam dan beliau menjawabnya. Aku bertanya, ‘Kenapa engkau berhenti, Ya Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Aku menunggu Muhammad bin Ismail Al Bukhari.’ Dan setelah beberapa hari datang berita kepadaku tentang wafatnya Al Bukhari. Setelah aku perhatikan, ia wafat pada waktu aku mimpi bertemu Rasululah SAW.”
(Tarikh Baghdadi).

Mimpi Abul Mawahib Asy-Syadzili Ra.
Beliau memiliki nama lengkap Syaikh Muhammad Abul Mawahib Asy-Syadzili, murid dari Syaikh Abu Sa’id Ash-Shafrawi. Beliau adalah seorang ulama besar yang pernah mengajar di Universitas Al Azhar, Mesir. Beliau sering bermimpi berjumpa dengan Rasulullah saw.
Beliau pernah menyatakan: Aku bermimpi melihat Rasulullah saw berada di lantai atas Universitas Al Azhar pada tahun 825 H, lalu beliau meletakkan tangannya di dadaku dan bersabda: “Wahai anakku, ghibah itu haram hukumnya. Tidakkah kau mendengar firman Allah SWT : Janganlah sebagian kamu membicarakan keburukan (ghibah) sebagian yang lain.” Sedangkan disampingku ada beberapa orang yang asyik membicarakan keburukan orang. Kemudian beliau bersabda kepadaku: “Jika kamu tak bisa menghindari untuk mendengar orang-orang berghibah, maka bacalah surat Al Ikhlash, Al Falaq dan An-Nas, lalu hadiahkanlah pahalanya kepada orang yang dighibah atau dibicarakan keburukannya itu, karena (mendengarkan) ghibah dan pahala dari bacaan tersebut berimbang.”
Beliau menyatakan bahwa suatu hari beliau terlibat perdebatan di Universitas Al Azhar dengan seseorang atas pernyataan Qasidah Al Burdah karya Imam Bushiri:
Famablaghul ilmi fihi annahu basyarun
Wa annahu khairu khalqillahi kullihimi
Puncak pengetahuan manusia tentangnya: ia adalah seorang manusia
Tetapi sesungguhnya ia adalah makhluk Allah yang terbaik.
Ia mengatakan kepadaku bahwa pernyataan ini tidak memiliki argumentasi. Aku sanggah pernyataannya dan aku katakan bahwa itu telah didasarkan pada ijma’ yang tak dapat dibantah. Tapi ia tetap tak mau menerimanya. Lalu setelah itu aku bermimpi melihat Rasulullah saw bersama Abu Bakar dan Umar sedang duduk di samping mimbar Universitas Al Azhar. Beliau bersabda menyambutku: “Selamat datang kekasih kami.” Kemudian beliau menoleh kepada para sahabatnya dan berkata: “Tahukah kalian apa yang telah terjadi hari ini?” “Kami tidak tahu, wahai Rasulullah,” jawab mereka. “Sesungguhnya si fulan yang celaka meyakini bahwa para malaikat lebih utama dariku.” Mereka menyanggah dengan serentak, “Itu tidak benar, wahai Rasulullah!” Lalu Nabi saw berkata kepada mereka: “Kasihan keadaan si fulan yang celaka itu, ia sebenarnya tidak hidup. Sekalipun hidup, ia hidup dalam keadaan ternista dan terhina. Namanya yang terhina membuatnya sempit dalam kehidupan dunia dan akhirat. Ia meyakini bahwa ijma’ tidak terjadi pada pengutamaanku di atas semua makhluk. Tidakkah ia tahu, bahwa pengingkaran Mu’tazilah kepada Ahlussunah tidak dapat merusak kredibilitas ijma’?
Beliau juga pernah berkata, “Aku bermimpi melihat Rasulullah saw dan aku berkata kepada beliau: Wahai Rasulullah, Allah bershalawat sepuluh kali kepada orang yang membaca shalawat untukmu satu kali. Apakah itu bagi orang yang menghadirkan hati (khusyu’) dan perasaannya (ta’zhim)? Beliau menjawab: “Tidak. Itu berlaku bagi orang yang membaca shalawat untukku dalam keadaan lalai. Allah akan memberinya anugerah sebesar dan sebanyak gunung-gunung tinggi, yaitu para malaikat akan berdoa dan memohonkan ampun untuknya. Adapun kalau ia membacanya dengan menghadirkan hati (khusyu’) dan penuh rasa hormat (ta’zhim), maka nilai pahala dari bacaan itu tidak bisa dijabarkan kecuali oleh Allah.”
Beliau berkata lagi: “Aku bermimpi melihat Rasulullah saw. Beliau bersabda kepadaku menjelaskan tentang diri beliau yang mulia: “Aku tidaklah mati. Kematian hanyalah sebuah ungkapan bagi ketersembunyianku dari orang yang tidak mendapatkan pemahaman dari Allah. Adapun bagi orang yang telah mendapatkan pemahaman dari Allah, maka inilah aku: aku bisa melihatnya dan ia bisa melihatku.”
Beliau menerangkan, “Siapa yang ingin bermimpi Rasulullah saw, hendaklah ia memperbanyak bersalawat kepadanya siang dan malam, bersama cintanya kepada para Imam yang shalih dan para wali. Jika tidak begitu, maka pintu untuk masuk ke dalam mimpi itu akan ditutup, karena mereka adalah pemimpin manusia, sementara itu Tuhan kita akan murka karena kemurkaan mereka, demikian pula Rasulullah saw.”
(Afdhalish Shalawat Ala Sayyidis Saadat, Yusuf An-Nabhani).

Mimpi Ahmad Ibnul Jalla’ Ra.
Abu Abdullah Ahmad bin Yahya Al Jalla’, asli Baghdad dan pernah tinggal di Ramlah dan Damaskus. Ia termasuk tokoh besar dari kalangan syeikh sufi di Syam. Ia berguru pada Abu Turab, Dzunnun Al Mishri dan Abu Ubaid Al Bishri serta kepada ayahnya sendiri, Yahya Al Jalla’.
Ia berkata, “Pada suatu ketika aku pergi mengembara melintasi gurun dengan bekal yang seadanya. Sampai di kota Madinah, aku telah tidak memiliki apa pun. Aku lalu mendekati makam Rasulullah SAW, lalu berkata, ‘Aku adalah tamu anda, wahai Rasulullah!’ Tiba-tiba aku dilanda kantuk sehingga aku tertidur. Saat tertidur itu aku bermimpi bertemu nabi SAW dan beliau memberiku roti. Roti itu kumakan separuhnya, selanjutnya aku bangun. Ternyata separuh roti yang belum kumakan masih ada di tanganku.”

Mimpi Hasan Al Bashri Ra.
Imam Hasan Al Bashri yang digelari oleh umat sebagai Imamut Tabi’in (Pemimpinnya Para Tabi’in), pada suatu ketika mengalami kebingungan dan kegelisahan dalam dakwahnya. Maka ia pun lalu berkhalwat, menyendiri di suatu tempat untuk beribadah kepada Allah. Lalu ia bermimpi bertemu Rasulullah Saw sedang berdiri di Padang Arafah sambil menangis di hadapan ummatnya. Rasulullah saw bersabda:
“Sampai hati kalian berkata kepadaku: ‘kami sudah tak mampu lagi membantumu, wahai Rasulullah…’ Padahal aku tak akan mampu mengatakan ucapan itu pada kalian kelak di Hari Kebangkitan. Dan airmataku, demi Allah, telah berlinang mendengar ucapan kalian itu.
Sampai hatikah kalian mengatakan kepadaku: ‘kegembiraanmu sementara harus dibatasi dulu, wahai Rasulullah…’ Padahal siang malam kedua tanganku selalu terangkat untuk kegembiraan kalian.
Sampai hatikah kalian mengatakan kepadaku: ‘kami tak berani mengambil resiko untuk membelamu, wahai Rasulullah…’ Padahal aku tak pernah peduli akan resiko yang menimpaku untuk menolong kalian.
Demi samudera kelembutan Allah yang memenuhi dadaku, aku tak akan tega memerintahkan kalian untuk mengambil resiko dalam membantu urusanku.
Demi kerinduan kalian kepadaku, sampai hatikah kalian hingga masih takut resiko demi membela panjiku.
Ketika seluruh manusia telah berkumpul, masing-masing dengan kebingungan, masing-masing dengan kesulitan, masing-masing dengan ketakutan, maka para malaikat menyingkirkan para manusia untuk membuka jalan bagi kelompok besarku. Maka lewatlah aku dan puluhan ribu pengikutku dengan dipayungi panji-panji yang bertuliskan namaku.
Seorang hamba yang hina berusaha meninggikan kepalanya dan melambai-lambaikan tangannya kepadaku dengan harapan aku akan memanggilnya ke dalam rombonganku. Maka si hamba hina pun menjerit-jerit berteriak-teriak memanggil-manggil namaku sambil berusaha menerobos pagar betis para malaikat yang bertugas membuka jalan bagi kelompokku.
Namun ketika ia berhasil menerobos untuk melihat wajahku dengan jelas, maka kekecewaan merobek hatinya karena aku telah jauh melewatinya.
Maka ia pun berteriak memanggil namaku  ‘Ya Habibi Muhammad… Ya Habibi Muhammad…’ sambil mengalirkan airmata kesedihan dan kecewa karena ditnggalkan oleh orang yang paling dirindukannya.
Ia hanya dapat memandang dengan hati yang hancur dalam kesedihan, memandangi kepergian diriku yang selalu didambakannya.
Lalu ia berkata kepada para malaikat, ‘sampaikan salamku pada kekasih hatiku, Muhammad saw, bahwa aku sudah kembali ke tempat yang pantas bagiku, dan sudah tercapai apa yang menjadi niatku yakni menegakkan panji-panji beliau, dan siksa neraka aku relakan bagi diriku demi tercapainya dambaan hatiku yakni kegembiraan hati beliau.’
Kemudian ia pun berbalik dengan seribu kepiluan meninggalkan tempat yang dari tadi ia berharap dapat menatap wajahku.
Maka kupanggil ia dari kejauhan, dilihatnya seluruh rombonganku berhenti, karena Pemimpin mereka berhenti. Lalu hamba itu melihat bahwa akulah yang memanggilnya, kekasih yang selalu dirindukannya. Kubentangkan kedua tanganku sambil tersenyum lebar, dan aku akan berkata, “Aku tak akan melupakanmu, wahai fulan… aku tak akan meninggalkanmu, wahai fulan… aku tak akan membiarkan orang yang merindukanku, wahai fulan… Maka si hamba hina pun berlari menunduk-nunduk untuk memelukku.
Ia kuberi kesempatan melepas seluruh kerinduannya kepadaku. Ia kuberi hak untuk mendapat kelembutan kasih-sayang dari orang yang paling didamba dan dibelanya.
Sampai hatikah kalian menepis tanganku yang terulur kepada kalian. Kutatap wajah kalian sambil berharap ada diantara kalian yang akan meringankan kesedihanku.”
Demikian mimpi Imam Hasan Al Bashri yang tercantum dalam kitab beliau, Al Mahbub.

Mimpi Ibnu Arabi Ra.
Beliau adalah seorang sufi besar dari negeri Andalusia yang mendapatkan gelar Syaikhul Akbar. Beliau menulis banyak kitab tentang tasawuf, di antaranya yaitu Al Futuhatul Makkiyah dan Fushusul Hikam. Beliau wafat tahun 638 H.
Pada suatu kali beliau memikirkan masalah rumit yang menjadi perselisihan di kalangan ulama, yakni mengenai keutamaan dan kelemahan para malaikat dibandingkan dengan manusia (selain Rasulullah SAW, karena Rasul adalah seutama-utamanya makhluk ciptaan Allah). Ia, Ibnu Arabi berkata:
Aku bertemu dengan Rasulullah SAW dalam mimpi dan aku bertanya mengenai persoalan ini setelah menuturkan silang pendapat di kalangan ulama. Rasulullah berkata padaku: “Malaikat lebih mulia (daripada manusia)” Aku berkata, “Aku mempercayai jawabanmu. Tapi apa alasanku jika aku ditanya mengenai hal ini?” Beliau SAW berkata: “Engkau tahu aku adalah manusia yang paling mulia. Engkau juga telah memahami hadits yang aku sampaikan dari Allah bahwa Dia berfirman, “Barangsiapa menyebut nama-Ku di dalam dirinya, Aku akan menyebutnya di dalam diri-Ku, dan barangsiapa menyebut nama-Ku dalam sebuah majlis, aku akan menyebut namanya dalam sebuah majlis yang lebih baik dari majlisnya (yakni majlis di kalangan malaikat). Betapa banyak manusia yang telah menyebut nama Allah dalam sebuah majlis, yang telah aku (Rasulullah) hadiri. Dan karena itu, betapa banyak manusia yang telah Allah sebutkan dalam sebuah majlis yang lebih baik dari majlis itu!” Tak ada yang lebih menyenangkan hati selain penjelasan dari Rasul ini, karena ini memang persoalan yang telah mengusik hatiku sekian lama.
Ia juga pernah bermimpi kembali bertemu nabi SAW. Ia berkata, “Aku bertanya, ‘Apakah hewan tidak akan dibangkitkan pada hari kiamat?’ Rasulullah SAW menjawab, “Tidak, hewan tidak akan dibangkitkan di hari kiamat” Aku bertanya, ‘Apakah sudah pasti begitu? Apakah tidak mungkin ada penafsiran lain mengenai masalah ini (yaqin min ghairi ta’wil)?’ Rasul menjawab, “Itu pasti, tak ada lagi penafsiran.”
(Al Mubasysyirat, Ibnu Arabi).

Mimpi Mahmud Al Ghaznawi Ra.
Ada seorang Sulthon (Raja) yang bernama Sulthon Mahmud Al Ghaznawi. Sepanjang hidupnya Raja ini selalu menyibukkan dirinya dengan membaca shalawat kepada nabi Muhammad SAW. Setiap selesai shalat subuh, sang raja membaca shalawat sebanyak 300.000 kali. Begitu asyiknya raja membaca shalawat sebanyak itu, seolah-olah beliau lupa akan tugasnya sebagai seorang raja, yang di pundaknya tertumpu berbagai tugas negara dan berbagai macam harapan rakyatnya yang bergantung padanya. Sehingga kalau pagi tiba, sudah banyak rakyatnya yang berkumpul di istana menunggu sang raja, untuk mengadukan persoalannya.
Namun sang raja yang ditunggu-tunggu tidak kunjung hadir. Sebab sang raja tidak akan keluar dari kamarnya, walau hari telah siang, jika belum menyelesaikan wirid shalawatnya. Setelah kejadian ini berlangsung agak lama, pada suatu malam beliau bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW.
Di dalam mimpinya, Rasulullah SAW bertanya, “Mengapa kamu berlama-lama di dalam kamar? Sedangkan rakyatmu selalu menunggu kehadiranmu untuk mengadukan berbagai persoalan mereka.” Raja menjawab, “Saya duduk berlama-lama begitu, tak lain karena saya membaca shalawat kepadamu sebanyak 300.000 kali, dan saya berjanji tidak akan keluar kamar sebelum bacaan shalawat saya selesai.”
Rasulullah SAW lalu berkata, “Kalau begitu kasihan orang-orang yang punya keperluan dan orang-orang lemah yang memerlukan perhatianmu. Sekarang aku akan ajarkan kepadamu shalawat yang apabila kamu baca sekali saja, maka nilai pahalanya sama dengan bacaan 100.000 kali shalawat. Jadi kalau kamu baca tiga kali, pahalanya sama dengan 300.000 kali shalawat yang kamu baca.” Rasulullah SAW lalu membacakan lafazh shalawat yang kemudian dikenal dengan nama shalawat sulthon.
Akhirnya, raja Mahmud lalu mengikuti anjuran Rasulullah SAW tersebut, yaitu membaca shalawat tadi sebanyak tiga kali. Dengan cara demikian,shalawat dapat beliau baca dan urusan negara dapat dijalankan dengan sempurna.
Setelah beberapa waktu mengamalkan shalawat itu, raja kembali bermimpi bertemu Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah SAW bertanya kepadanya, “Apa yang kamu lakukan, sehingga malaikat kewalahan menuliskan pahala amalmu?” Raja menjawab, “Saya tidak mengamalkan sesuatu, kecuali mengamalkan shalawat yang anda ajarkan kepada saya itu.”

Mimpi Al Fasawi Ra.
Ia adalah ulama hadits yang bernama Abu Yusuf Ya’kub bin Sufyan Al Fasawi. Beliau pengarang kitab At-Tarikh dan Al-Masyikhah yang wafat di tahun 277 H.
Diriwayatkan dari Muhammad bin Yazid Atthar, Aku mendengar Ya’kub Al Fasawi berkata, “Aku banyak menyalin hadits di malam hari. Karena kebutuhan makin banyak, dengan terburu-buru aku menulisnya hingga larut malam sehingga mengakibatkan mataku berair dan tak dapat melihat. Hal itu membuatku bersedih, karena hilangnya ilmu dariku dan aku menjadi terasing dari sekitarku. Aku menangis hingga tertidur. Lalu aku bertemu Rasulullah SAW dimana beliau memanggilku: ‘Wahai Ya’kub, kenapa kamu menangis?’ Akumenjawab, “Ya Rasulullah, penglihatanku hilang, sehingga aku sedih tak bisa menulis sunah-sunahmu lagi dan aku terasing dari sekitarku.”
Beliau bersabda, ‘Mendekatlah padaku.’ Maka aku lalu mendekat kepadanya. Lalu beliau mengusapkan tangannya di atas mataku seakan-akan membacakan atas keduanya. Kemudian aku terbangun dan aku dapat melihat, lalu aku mengambil tulisanku dan duduk di depan lampu untuk meneruskannya.”
(Tarikhul Islam).
Mimpi Pengamal Shalawat
Pada suatu ketika, di musim haji, Sufyan ats-Tsauri tengah melaksanakan thawaf di Baitullah. Ketika itu Sufyan melihat seorang lelaki yang selalu membaca shalawat setiap ia melangkahkan kaki. Sufyan lalu menghampiri laki-laki tersebut, dan menegurnya, “Wah, kalau begini anda telah meninggalkan bacaan tasbih dan tahlil. Anda hanya terfokus pada shalawat untuk nabi SAW saja. Apa alasan anda melakukan amalan ini?”
Laki-laki itu kemudian balik bertanya kepada Sufyan, “Siapakah anda ini? Semoga Allah memberikan anda karunia kesehatan dan keselamatan!” Sufyan menjawab, “Aku Sufyan ats-Tsauri.” Laki-laki itu berkata, “Baiklah, akan saya ceritakan kisah saya. Andaikata tidak karena anda adalah orang luar biasa di masa ini, niscaya saya tidak akan menceritakan karunia yang dianugerahkan kepada saya, dan niscaya saya tidak akan membuka rahasia yang diberikan Allah pada saya.”
Kemudian laki-laki itu berkisah, “Pada suatu hari, saya dan ayah saya pergi untuk menunaikan ibadah haji. Di tengah perjalanan, ayah saya mengalami sakit, maka saya berhenti dulu untuk mengobatinya. Lalu di suatu malam yang memilukan, ayah saya meninggal dunia dengan wajah yang menghitam legam. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, ayahku telah meninggal dengan wajah yang menghitam, ujar saya dalam hati. Saya merasa sangat sedih sekali menyaksikan keadaannya.
Lalu saya mengambil selembar kain dan menutupi wajahnya. Saya begitu larut dalam kesedihan dan terus memikirkan, apa yang akan dikatakan orang-orang jika melihat wajah ayah saya yang hitam legam. Dalam keadaan seperti itu, saya diserang kantuk dan jatuh tertidur. Tiba-tiba saya bermimpi melihat seorang laki-laki yang sangat tampan, belum pernah saya melihat laki-laki setampan itu, seumur hidup saya. Pakaiannya begitu bersih dan dari tubuhnya tercium aroma yang sangat harum, bukan seperti wewangian biasa. Kemudian laki-laki itu melangkah menuju jasad ayah saya dan membuka kain penutup wajahnya. Lalu laki-laki itu mengusapkan telapak tangannya ke wajah ayah saya. Maka tiba-tiba saja wajah ayah saya menjadi putih bersinar-sinar.
Ketika laki-laki itu hendak beranjak pergi, saya memegang bajunya dan bertanya, ‘Wahai hamba Allah, siapakah anda, yang telah dikaruniai Allah untuk menyelamatkan ayah saya dan melenyapkan kegundahan di hati saya?’ Laki-laki itu lalu menjawab, “Tidakkah kamu mengenalku? Aku adalah Muhammad bin Abdullah, yang mendapat wahyu Al Qur’an. Ketahuilah, ayahmu semasa hidupnya adalah orang yang selalu mengikuti hawa nafsunya. Akan tetapi, ia banyak membaca shalawat untukku. Ketika kematian menghampirinya, ia meminta pertolonganku. Aku banyak menolong orang yang banyak membaca shalawat untukku.” Kemudian saya bangun dan melihat wajah ayah saya yang telah menjadi putih bersinar.”
(Afdhalish Shalawat Alaa Sayyidis Saadat, Yusuf An-Nabhani).

sumber : http://majlisdzikrullahpekojan.org/mimpi-bertemu-rasulullah.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.