=HANYA BLOG PRIBADI= "BLOG INI HANYA KUMPULAN CATATAN SAYA BIAR TIDAK HILANG ATAU MEMUDAHKAN UNTUK MENCARINYA"
SELAMAT DATANG DI BLOG ALI AL BAYURI

19.4.13

SYEIKH MUHAMMAD NAFIS AL-BANJARI




Muhammad Nafis bin Idris bin Husein, demikianlah nama lengkapnya, ia lahir sekitar tahun 1148 H.11735 M., di kota Martapura, sekarang ibukota Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, dari keluarga bangsawan atau kesultanan Banjar yang garis silsilah dan keturunannya bersambung hingga Sultan Suriansyah (1527-1545 M.) Raja Banjar pertama yang memeluk agama Islam, yang dahulu bergelar Pangeran Samudera.
Silsilah lengkapnya adalah: Muhammad Nafis bin Idris bin Husein bin Ratu Kasuma Yoeda bin Pangeran Kesuma Negara bin Pangeran Dipati bin Sultan Tahlillah bin Sultan Saidullah bin Sultan Inayatullah bin Sultan Musta’in Billah bin Sultan Hidayatullah bin Sultan Rahmatullah bin Sultan Suriansyah.
Muhammad Nafis hidup pada periode yang sama dengan Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari. Dan diperkirakan wafat sekitar tahun 1812 M. dan dimakamkan di Mahar Kuning, Desa Binturu, sekarang menjadi bagian desa dari Kecamatan Kelua, Kabupaten Tabalong. Dan sekarang makam tersebut menjadi salah satu objek wisata relijius di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.
Tidak ada catatan tahun yang pasti kapan ia pergi berangkat menuntut itmu ke tanah suci Makkah. Diperkirakan ia pergi menimba ilmu pengetahuan ke tanah suci Makkah sejak usia dini dan sangat muda, sesudah mendapat pendidikan dasar-dasar agama Islam di kota kelahirannya, Martapura. Di kemudian had, didapati ia belajar dan menuntut ilmu agama Islam di kota Makkah, sebagaimana ia tuliskan dalam catatan pendahuluan pada karya tulisnya “ad-Durrun Nafis” (….. dia yang menulis risalah ini… yaitu, Muhammad Nafis bin Idris bin al-Husein, yang dilahirkan di Banjar dan hidup di Makkah).
Juga tidak terdapat informasi dan catatan tentang apakah ia di Makkah dan Madinah belajar bersama Abdussamad al-Falimbani, Muhammad Arsyad al-Banjari dan rekan-rekan mereka yang lainnya, tetapi besar kemungkinan masa belajar Muhammad Nafis di Haramain bersamaan dengan masa belajar Abdussamad al-Falimbani,Muhammad Arsyad al-Banjari dan rekan-rekan mereka yang lainnya.
Kesimpulannya, dengan melihat daftar nama-nama guru Muhammad Nafis al-Banjari besar kemungkinan mereka belajar bersama pada satu masa atau masa yang Iain. Sebagaimana kebiasaan para ulama Jawi (Indonesia/Asia Tenggara) abad ke 17 dan ke 18, ia belajar dan menuntut ilmu pengetahuan keislaman kepada para ulama yang terkenal di dunia Islam pada masa itu, baik yang menetap maupun yang sewaktu-waktu berziarah dan mengajar di Haramain, Makkah dan Madinah, dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan Islam, terutama tafsir, hadits, fiqih, tauhid dan tasauf.
Di antara guru-gurunya yang tercatat dalam bidang ilmu tasauf di Haramain adalah:
  1. Syeikh Abdullah bin Hijazi asy-Syarqawi al-Azhari.
  2. Syeikh Shiddiq bin Umar Khan.
  3. Syeikh Muhammad bin Abdul Karim as-Samani al-Madani.
  4. Syeikh Abdur Rahman bin Abdul Aziz al-Maghribi.
  5. Syeikh Muhammad bin Ahmad al-Jawhari.
  6. Syeikh Yusuf Abu Dzarrah al-Mishri.
  7. Syeikh Abdullah bin Syeikh Ibrahim al-Mirghani
  8. Syeikh Abu Fauzi Ibrahim bin Muhammad ar-Ra’is az-Zamzami al-Makki.
Karena kegigihannya dalam mempelajari ilmu tasauf Muhammad Nafis akhirnya berhasil mencapai gelar “Syeikh al-Mursyid”, yaitu seorang yang memahami, mengerti, mengamalkan serta mempunyai ilmu yang cukup tentang tasauf, gelar yang menunjukkan bahwa ia mampu dan diperkenankan serta diberi izin untuk mengajar tasauf dan tarekatnya kepada orang lain.
Karena seringnya melakukan dakwah ke pedalaman ia hanya sempat mengarang sedikit kitab. Yang sampai sekarang yang terlacak hanya dua buah kitab saja yaitu:
  1. Kanzus Sa’adah. Yaitu kitab yang berisi tentang istilah-istilah ilmu tasauf. Kitab ini belum pernah dicetak masih berupa manuskrip.
  2. Ad-Durrun Nafis. Yaitu kitab yang berisi tentang pengesaan perbuatan, nama, sifat dan zat Tuhan.
Kitab ad-Durrun Nafis yang pada mulanya dikarang hanya untuk memenuhi permintaan kawan-kawan, namun pada akhirnya banyak diminati dan tersebar luas ke pelosok Nusantara bahkan sampai negara-negara di Timur Tengah dan Asia Tenggara.
Menurut seorang yang kasyaf mengatakan bahwa kitab ad-Durrun Nafis berisi bagian dari ilmu para wali Allah, barangsiapa mempelajarinya, maka ia akan dicatat oleh para wali sebagai bagian dari mereka. Ini merupakan salah satu karamah dari penyusunnya yaitu Syeikh Muhammad Nafis.
Syeikh Muhammad Nafis al-Banjari, seperti kebanyakan ulama Melayu-Indonesia lainnya, mengikut Madzhab Syafi’i pada bidang fikih dan Asy’ariyyah pada ilmu tauhid ia juga menggabungkan diri dengan Tarekat Qadiriyyah, Syattariyyah, Samaniyyah, Naqsyabandyyah dan Khalwatiyyah.
Syeikh Muhammad Nafis al-Banjari seperti ulama-ulama sufi lainnya, ia juga mendapat tantangan dari orang-orang yang tidak sependapat dengan ajaran tasaufnya. Namun tidak sehebat ta ntangan terhadap Syeikh Hamzah al-Fansuri dan Syeikh Syamsuddin as-Sumatrani. Dalam perkembangan mutakhir golongan sufi dunia Melayu cukup sering dibicarakan.
Di satu pihak kitab itu dilarang atau diharamkan menggunakannya, di pihak lain ternyata lebih banyak surau ataupun masjid serta di rumah-rumah orang yang mengajarkannya. Bahkan KH. Haderanie HN., seorang ulama di Surabaya berusaha menyalin ke dalam huruf latin kitab tersebut, yang diberi kata sambutan oleh seorang ulama dan tokoh atau ahli politik Islam Indonesia, KH. Dr. Idham Chalid. ad-Durr an-Nafis yang disalin ke dalam huruf latin itu diberi judul Ilmu Ketuhanan Permata Yang Indah (ad-Durrun Nafis). Juga kitab ad-Durrun Nafis telah disalin secara lengkap ke dalam huruf latin dan diberi catatan kaki serta diberi indeks untuk kemudahan menelaahnya oleh Tim Sahabat Kandangan. Kitab ad-Durrun Nafis latin tersebut menjadi bagian dari buku Manakib Syeikh Muhammad Nafis al-Banjari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.